Kamis, 18 November 2010

etika dalam auditing

ETIKA DALAM AUDITING(INDEPEDENSI,TANGGUNGJAWAB AUDITOR,KAP)

Suatu ciri khusus dari para profesional adalah kesediaan mereka untuk menerima seperangkat prinsip-prinsip profesional dan prinsip-prinsip etika serta mengikuti prinsip-prinsip ini dalam segala urusan keseharian mereka, para profesional menghendaki untuk menimbang secara berhati-hati, implikasi dari aksi-aksi alternatif dan mengatur diri mereka sendiri dalam sebuah kebiasaan yang tidak hanya sesuai dengan peraturan tetapi juga layak.
TREN-TREN ETIKA DALAM MASYARAKAT KITA
Kode etik yang dijalankan oleh profesional sangat dinilai tinggi dalam masyarakat kita. Kode
aturan, kode etika, dan aturan hukum melengkapi keluasan bukti dari nilai-nilai tersebut.
KONSEP UMUM ETIKA

Definisi etika sebagaiamana yang ditemukan dalam American Iteritage Dictionary adalah suatu studi tentang pembawa umum dari moral dan adari pilihan-pilihan moral yang spesifik yang dibuat oleh individu dalam hubungannya dengan orang lain.

Hal yang pertama standar-standar etika pribadi menghendaki adanya suatu berkomitmen etika yaitu suatu keteguhan hati untuk bertindak sesuai etika. Selanjutnya kita harus memiliki suatu kemampuan untuk mengamati implikasi-implikasi etika dari sebuah situasi.
MODEL UMUM UNTUK MEMBUAT KEPUTUSAN BERETIKA
Berikut adalah model yang digunakan oleh seorang CPA dalam pekerjaan mereka:
1. Mengumpulkan /mengidentifikasi semua fakta-fakta yang relevan tentang situasi yang

menimbulkan isu etika dan membuat suatu kebutuhan untuk suatu keputusan beretika.
2. Memikirkan individu-individu/kelompok-kelompok yang akan terkena dampaknya.
3. Memikirkan akibat-akibat alternatif dai suatu tindakan.
4. Memikirkan hasil-hasil yang mungkin sebagai konsekuensi yang diakibatkan tindakan tersebut.
5. Membandingkan akibat-akibat tindakan tersebut dengan pertanyaan-pertanyaan etika yang
timbul.
6. Memilih suatu alur aksi diantara alternatif-alternatif tersebut.
KODE ETIKA PROFESIONAL DALAM PROFESI AKUNTAN
Kode ini menjelma dalam kode etik profesional AKDA, ada 3 karakteristik dan hal-hal yang

ditekankan untuk dipertanggungjawabkan oleh CPA kepada publik.
1. CPA harus memposisikan diri untuk independen, berintegritas, dan obyektif.
2. CPA harus memiliki keahlian teknik dalam profesinya.
3. CPA harus melayani klien dengan profesional dan konsisten dengan tanggung jawab mereka
kepada publik.
PRINSIP-PRINSIP KODE ETIKA PERILAKU PROFESIONAL
Prinsip-prinsip aturan perilaku profesional mengandung 7 cakupan umum.
1. Suatu pernyataan dari maksud prinsip-prinsip tersebut.

Banyak dari kode etik AICPA yang dapat dilanggar tanpa harus melanggar hukum/peraturan. Alasan utama dari kode etik ini adalah menyemangati anggotanya untuk melatih disiplin diri di dalam/di luar hukum/peraturan.
2. Tanggung jawab

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional CPA harus menggunakan pertimbangan profesional dan moral yang sensitif dalam semua aktifitasnya. Sebagaimana disebutkan dalam bab I, CPA/akuntan publik melaksanakan suatu peran penting di masyarakat. Mereka bertanggung jawab, bekerja sama satu sama lain untuk mengembangkan metode akuntansi dan pelaporan, memelihara kepercayaan publik, dan melaksanakan tanggung jawab profesi bagi sendiri.
3. Kepentingan publik
CPA wajib memberikan pelayanannya bagi kepentingan publik, menghormati kepercayaan
publik, dan menunjukkan komitmen serta profesionalisme. Salah satu tanda yang membedakan profesi adalah penerimaan tanggung jawabnya kepada publik. CPA diandalkan oleh banyak unsur masyarakat, termasuk klien, kreditor, pemerintah, pegawai, investor, dan komunitas bisnis serta keuangan. Kelompok ini mengandalkan obyektifitas dan integritas CPA untuk memelihara fungsi perdagangan yang tertib.
4. Integritas

Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, CPA harus melaksanakan semua tanggung jawab profesionalnya dengan integritas tertinggi. Perbedaan karakteristik lainnya dari suatu profesi adalah pengakuan anggotanya akan kebutuhan memiliki integritas. Integritas menurut CPA bertindak jujur dan terus terang meskipun dihambat kerahasiaan klien. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi. Integritas dapat mengakomodasi kesalahan akibat kurang berhati-hati dan perbedaan pendapat
yang
jujur,
akan
tetapi,
integritas
tidak
dapat
mengakomodasi
kecurangan/pelanggaran prinsip.
5. Obyektifitas dan independensi

Seorang CPA harus mempertahankan obyektifitas dan bebas dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab profesional. Seorang CPA dalam praktek publik harus independent dalam kenyataan dan dalam penampilan ketika memberikan jasa auditing dan jasa atestasi lainnya. Prinsip obyektifitas menuntut seorang CPA untuk tidak memihak, jujur secara intelektual, dan bebas dari konflik kepentingan. Independensi menghindarkan diri dari hubungan yang bisa merusak obyektifitas seorang CPA dalam melakukan jasa atestasi.
6. Kemahiran

Seorang CPA harus melakukan standar teknis dan etis profesi, terus berjuang meningkatkan kompetensi mutu pelayanan, serta melaksanakan tanggung jawab profesional dengan sebaik- baiknya. Prinsip kemahiran (due care) menuntut CPA untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya. CPA akan memperoleh kompetensi melalui pendidikan dan pengalaman dimulai dengan menguasai ilmu yang disyaratkan bagi seorang CPA. Kompetensi juga menuntut CPA untuk terus belajar di sepanjang karirnya.
7. Lingkup dan sifat jasa

Seorang CPA yang berpraktik publik harus mempelajari prinsip kode etik perilaku profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan diberikan. Dalam menentukan apakah dia akan melaksanakan atau tidak suatu jasa, anggota AICPA yang berpraktik publik harus mempertimbangkan apakah jasa seperti itu konsisten dengan setiap prinsip perilaku profesional CPA.
PERATURAN PERILAKU PROFESIONAL
Peraturan perilaku profesional lebih spesifik karena menunjukkan aksi dan hubungan CPA, dan
jika CPA tidak menaati/melanggar kode etik peraturan ini mengakibatkan sanksi dari AICPA.
BAGIAN 100-PERATURAN 101. INDEPENDENSI

Peraturan 101 mengenai independensi menyatakan “seorang CPA yang berpraktik publik harus independen dalam memberikan jasa profesional sebagaimana disyaratkan oleh standar resmi yang dikeluarkan oleh dewan.” Sebagaimana telah dibahas bab I, tidak peduli bagaimana kompetennya seorang CPA, pendapat CPA atas laporan keuangan akan berkurang nilainya bagi para pemakai kecuali CPA mempertahankan independensi. Peraturan 101 memasyaratkan independensi, telaah dan penugasan atestasi lainnya.
HUBUNGAN KEUANGAN-KEPENTINGAN KEUANGAN TIDAK LANGSUNG

Kepentingan keuangan tidak langsung yang material dapat mengurangi independensi. Kepentingan seorang CPA dapat mengurangi independensi jika memiliki kepentingan keuangan dalam suatu kesatuan yang memiliki suatu kepentingan keuangan terhadap klien audit.
HUBUNGAN KEUANGAN PINJAMAN DARI KLIEN AUDIT

Peraturan mengenai independensi melarang pinjaman ke/dari klien audit, akan tetapi pinjaman dari lembaga keuangan adalah dimaklumi dalam situasi tertentu jika pinjaman dibuat menurut persyaratan pinjaman normal.
HUBUNGAN KEUANGAN-TUNTUTAN HUKUM KLIEN
Independensi dapat berkurang jika seorang klien audit memulai atau berniat untuk mengajukan
tuntutan hukum terhadap kinerja audit CPA. Terdapat 2 ciri penting tentang audit:
1. Klien aaudit harus bersedia untuk mengungkapkan seluruh aspek dari operasi bisnis kepada auditor.
2. Sebaliknya, auditor harus obyektif dalam penilaian tearhadap hasil laporan keuangan.
HUBUNGAN MANAJERIAL ATAU KARYAWAN-POSISI DENGAN KLIEN

Umumnya auditor akan independen jika mereka dihubungkan dengan audit klien sebagai karyawan, pegawai, direktur atau posisi yang sama selama periode penugasan profesional mereka atau pada waktu mengungkapkan suatu opini. Anggota dapat dihubungkan dengan laporan keuangan dari organisasi amal, keagamaan, atau yang memikirkan kepentingan umum jika mereka hanya direktur atau trustee (wali) honorer dari organisasi tersebut.
HUBUNGAN MANAJERIAL ATAU KARYAWAN-JASA AKUNTANSI UNTUK AUDIT KLIEN

Di bawah kondisi tertentu auditor dapat memberikan jasa auditing dan pembukuan untuk klien yang sama. Satu alasan untuk membolehkan hubungan tersebut adalah bahwa auditor menilai kewajaran dari hasil keputusan operasi manajemen bukan kebijaksanaan dari keputusan. Syarat- syaratnya:

1. Klien harus menerima tanggung jawab atas laporan keuangan. Ketika diperlukan, auditor harus membantu kliennya untuk memahami masalah-masalah akuntansi secukupnya agar klien dapat menjalankan tanggnug jawabnya..

2. Auditor tidak boleh menjadi pegawai/manajemen. Ini berarti bahwa sebaiknya auditor tidak memberi kuasa atas transaksi, pemeliharaan atas harta klien atau kuasa penugasan pada kepentingan klien.
3. Ketika laporan keuangan disiapkan dari buku dan catatan yang dikelola oleh auditor, auditor
tersebut harus menaati standar audit yang berlaku umum.
HUBUNGAN MANAJERIAL ATAU KARYAWAN-INDEPENDENSI AUDITOR DAN JASA KONSULTASI
MANAJEMEN

Seorang CPA tidak akan kehilangan independensinya saat melakukan jasa konsultasi manajemen untuk klien audit karena konsultasi manajemen tidak meliputi suatu pendapat tentang kewjaran dari suatu laporan keuangan.

SUMBER : www.scribd.com

etika dalam akuntansi

PERILAKU ETIKA DALAM AKUNTANSI : APA YANG DIMAKSUD DENGAN ETIK?

Oleh dhanialfitra

PERILAKU ETIKA DALAM AKUNTANSI : APA YANG DIMAKSUD DENGAN ETIK?

Seperempat abad yang lalu terlihat peningkatan kewaspadaan akan pentingnya etik dan moral dalm segala hal dan alikasi dari prinsip etika dalam bisnis dan tentunya akuntansi yang berada di dalamnya. Namun, apa yang dimaksud? Bagaimana mengaplikasikannya serta mengakui bisnis secara umum dan akuntansi secara khusus.

Dalam bab ini, kita akan membahas kesadaran akan etik dan moral serta bermacam-macam dimensi. Dari sini, kita dapat memahami kapan harus mengerjakan tugas akuntansi dan profesi akuntansi.

Moral dan etik adlaah dua hal yang berbeda, “Webster’s Collegiate Dictionary” memberikan empat dasar pengertian dari kata etik, yaitu:

  1. Berhubungan dengan mana yang baik dan buruk dengan kewajiban moral dan obligasi
  2. Serangkaian prinsip moral dan nilai
  3. Teori atau sistem dari hal moral
  4. Prinsip dari perilaku individu atau golongan

Etik terfokus pada benar atau salah, baik atau buruk serta serangkaian pendapat prinsip seseorang atau golongan atau disebut tentang ilmu prinsip etika. Maksud dari disiplin adalah analisis, evaluasi perilaku seseorang “assisted suicide”. “assisted suicide” adalah analisis dan alasan apa yang dapat mendukung dari atas apa yang telah dilakukan (evaluasi).

  • ETIK : INISIATIF INTELEKTUAL

Setiap orang memiliki serangkaian etika dari kepercayaan atau prinsip etika. Dan setiap kepercayaan etika terdiri dari dua elemen yaitu, subjek dan predikat. Subjek mewakili tentang apa yang dipercaya “salah” adalah predikat etika. Predikat etika adalah apa yang dikatakan atau dilakukan oleh subjek.

Ekspresi dari kepercayaan yang kita anut, “cooking the books is wrong”, “cookingthe books” adalah perilaku, atau kadang sistem atau institusi.

  • PERILAKU
  • Perilaku manusia adlah subjek utama dari ekspresi dari kepercayaan etika dari perilaku manusia tersebut. Dari sini kita dapat mengambil sikap atau aktivitas yang dengan sengaja dilakukan. Bagaimnapaun, tidak semua perilaku yang sengaja dilakukan oleh manusia memiliki nilai etika. Perilaku yang dengan sengaja dilakukan kita desain seperti “etika” atau “tidak beretika”, selayaknya perilaku yang menguntungkan atau merugikan orang lain atau diri sendiri secara positif atau diri sendiri secara positif atau negatif dalam keputusan atau jalan hidup yang berdampak serius.
  • Perilaku sosial, institusi dan sistem

Perilaku manusia bukan hanya satu-satunya subjek dalam etik. Disamping perilaku, mengevaluasi etik perilaku sosial, organisasi, institusi dan sistem dari segi sosial, politik serta ekonomi. Etik juga mengevaluasi organisasi, institusi dan sistem. Intinya, etik dapat mengevaluasi perilaku dan sikap atau sistem baik dari individu maupun golongan.

MENGAPA MEMELAJARI ETIK?

Mengapa kita harus memelajari etika?

Pertama, beberapa kepercayaan moral mungkin tidak sesuai karena mereka memiliki kepercayaan yang sederhana tenatang isu yang kompleks.

Kedua, dalam beberapa situasi, karena adanya konflik prinsip etika, mungkin akan sulit untuk menentukan paa yang akan dilakukan. Maka etik dapat memberikan pemahaman lebih dalam tentang hal tersebut.

Ketiga, seseorang mungkin memiliki atau memegang kepercayaan yang tidak sesuai atau nilai etik yang melekat namun tidak sesuai.

etika bisnis

ETIKA DAN BISNIS

Apa itu “etika bisnis”?

Apa saja enam tingkatan dalam membangun moral?

Perlukah standar moral diaplikasikan dalam bisnis?

Kapan seseorang secara moral bertanggung jawab untuk perbuatan salahnya?

Tidak ada cara yang paling baik untuk memulai penelaahan hubungan antara etika dan

bisnis selain dengan mengamati, bagaimanakah perusahaan riil telah benar-benar

berusaha untuk menerapkan etika ke dalam bisnis. Perusahaan Merck and Company

dalam menangani masalah “river blindness” sebagai contohnya ;

River blindness adalah penyakit sangat tak tertahankan yang menjangkau 18 juta

penduduk miskin di desa-desa terpencil di pinggiran sungai Afrika dan Amerika Latin.

Penyakit dengan penyebab cacing parasit ini berpindah dari tubuh melalui gigitan lalat

hitam. Cacing ini hidup dibawah kulit manusia, dan bereproduksi dengan melepaskan

jutaan keturunannya yang disebut microfilaria yang menyebar ke seluruh tubuh dengan

bergerak-gerak di bawah kulit, meninggalkan bercak-bercak, menyebabkan lepuh-lepuh

dan gatal yang amat sangat tak tertahankan, sehingga korban kadang-kadang

memutuskan bunuh diri.

Pada tahun 1979, Dr. Wiliam Campbell, ilmuwan peneliti pada Merck and Company,

perusahaan obat Amerika, menemukan bukti bahwa salah satu obat-obatan hewan yang

terjual laris dari perusahaan itu, Invernectin, dapat menyembuhkan parasit penyebab river

blindness. Campbell dan tim risetnya mengajukan permohonan kepada Direktur Merck,

Dr. P. Roy Vagelos, agar mengijinkan mereka mengembangkan obat tersebut untuk

manusia.

Para manajer Merck sadar bahwa kalau sukses mengembangkan obat tersebut, penderita

river blindness terlalu miskin untuk membelinya. Padahal biaya riset medis dan tes klinis

berskala besar untuk obat-obatan manusia dapat menghabiskan lebih dari 100 juta dollar.

Bahkan, kalau obat tersebut terdanai, tidak mungkin dapat mendistribusikannya, karena

penderita tinggal di daerah terpencil. Kalau obat itu mengakibatkan efek samping,

publisitas buruk akan berdampak pada penjualan obat Merck. Kalau obat murah tersedia,

obat dapat diselundupkan ke pasar gelap dan dijual untuk hewan,sehingga

menghancurkan penjualan Invernectin ke dokter hewan yang selama ini menguntungkan.

Meskipun Merck penjualannya mencapai $2 milyar per tahun, namun pendapatan

bersihnya menurun akibat kenaikan biaya produksi, dan masalah lainnya, termasuk

kongres USA yang siap mengesahkan Undang-Undang Regulasi Obat yang akhirnya

akan berdampak pada pendapatan perusahaan. Karena itu, para manajer Merck enggan

membiayai proyek mahal yang menjanjikan sedikit keuntungan, seperti untuk river

blindness. Namun tanpa obat, jutaan orang terpenjara dalam penderitaan menyakitkan.

Setelah banyak dilakukan diskusi, sampai pada kesimpulan bahwa keuntungan

manusiawi atas obat untuk river blindness terlalu signifikan untuk diabaikan. Keuntungan

manusiawi inilah, secara moral perusahaan wajib mengenyampingkanbiaya dan imbal

ekonomis yang kecil. Tahun 1980 disetujuilah anggaran besar untuk mengembangkan

Invernectin versi manusia.

Tujuh tahun riset mahal dilakukan dengan banyak percobaan klinis, Merck berhasil

membuat pil obat baru yang dimakan sekali setahun akan melenyapkan seluruh jejak

parasit penyebab river blindness dan mencegah infeksi baru. Sayangnya tidak ada yang

mau membeli obat ajaib tersebut, termasuk saran kepada WHO, pemerintah AS dan

pemerintah negara-negara yang terjangkit penyakit tersebut, mau membeli untuk

melindungi 85 juta orang beresiko terkena penyakit ini, tapi tak satupun menanggapi

permohonan itu. Akhirnya Merck memutuskan memberikan secara gratis obat tersebut,

namun tidak ada saluran distribusi untuk menyalurkan kepada penduduk yang

memerlukan. Bekerjasama dengan WHO, perusahaan membiayai komite untuk

mendistribusikan obat secara aman kepada negara dunia ketiga, dan memastikan obat

tidak akan dialihkan ke pasar gelap dan menjualnya untuk hewan. Tahun 1996, komite

mendistribusikan obat untuk jutaan orang, yang secara efektif mengubah hidup penderita

dari penderitaan yang amat sangat, dan potensi kebutaan akibat penyakit tersebut.

Merck menginvestasikan banyak uang untuk riset, membuat dan mendistribusikan obat

yang tidak menghasilkan uang, karena menurut Vegalos pilihan etisnya adalah

mengembangkannya, dan penduduk dunia ketiga akan mengingat bahwa Merck

membantu mereka dan akan mengingat di masa yang akan dating. Selama bertahun-tahun

perusahaan belajar bahwa tindakan semacam itu memiliki keuntungan strategis jangka

panjang yang penting.

Para ahli sering berkelakar, bahwa etika bisnis merupakan sebuah kontradiksi istilah

karena ada pertentangan antara etika dan minat pribadi yang berorientasi pada pencarian

keuntungan. Ketika ada konflik antara etika dan keuntungan, bisnis lebih memilih

keuntungan daripada etika.

Buku Business Ethics mengambil pandangan bahwa tindakan etis merupakan strategi

bisnis jangka panjang terbaik bagi perusahaan – sebuah pandangan yang semakin

diterima dalam beberapa tahun belakangan ini.

1.1.ETIKA BISNIS DAN ISU TERKAIT

Menurut kamus, istilah etika memiliki beragam makna berbeda. Salah satu maknanya

adalah “prinsip tingkah laku yang mengatur individu dan kelompok”. Makna kedua

menurut kamus – lebih penting – etika adalah “kajian moralitas”. Tapi meskipun etika

berkaitan dengan moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas. Etika adalah

semacam penelaahan, baik aktivitas penelaahan maupun hasil penelaahan itu sendiri,

sedangkan moralitas merupakan subjek.

A. Moralitas

Moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar

dan salah, atau baik dan jahat.

Pedoman moral mencakup norma-norma yang kita miliki mengenai jenis-jenis tindakan

yang kita yakini benar atau salah secara moral, dan nilai-nilai yang kita terapkan pada

objek-objek yang kita yakini secara moral baik atau secara moral buruk. Norma moral

seperti “selalu katakan kebenaran”, “membunuh orang tak berdosa itu salah”. Nilai-nilai

moral biasanya diekspresikan sebagai pernyataan yang mendeskripsikan objek-objek atau

ciri-ciri objek yang bernilai, semacam “kejujuran itu baik” dan “ketidakadilan itu buruk”.

Standar moral pertama kali terserap ketika masa kanak-kanak dari keluarga, teman,

pengaruh kemasyarakatan seperti gereja, sekolah, televisi, majalah, music dan

perkumpulan.

Hakekat standar moral :

1. Standar moral berkaitan dengan persoalan yang kita anggap akan merugikan

secara serius atau benar-benar akan menguntungkan manusia.

2. Standar moral tidak dapat ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif

tertentu.

3. Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk (khususnya)

kepentingan diri.

4. Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak.

5. Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu.

Standar moral, dengan demikian, merupakan standar yang berkaitan dengan persoalan

yang kita anggap mempunyai konsekuensi serius, didasarkan pada penalaran yang baik

bukan otoritas, melampaui kepentingan diri, didasarkan pada pertimbangan yang tidak

memihak, dan yang pelanggarannya diasosiasikan dengan perasaan bersalah dan malu

dan dengan emosi dan kosa kata tertentu.

B. Etika

Etika merupakan ilmu yang mendalami standar moral perorangan dan standar moral

masyarakat. Ia mempertanyakan bagaimana standar-standar diaplikasikan dalam

kehidupan kita dan apakah standar itu masuk akal atau tidak masuk akal – standar, yaitu

apakah didukung dengan penalaran yang bagus atau jelek.

Etika merupakan penelaahan standar moral, proses pemeriksaan standar moral orang atau

masyarakat untuk menentukan apakah standar tersebut masuk akal atau tidak untuk

diterapkan dalam situasi dan permasalahan konkrit. Tujuan akhir standar moral adalah

mengembangkan bangunan standar moral yang kita rasa masuk akal untuk dianut.

Etika merupakan studi standar moral yang tujuan eksplisitnya adalah menentukan standar

yang benar atau yang didukung oleh penalaran yang baik, dan dengan demikian etika

mencoba mencapai kesimpulan tentang moral yang benar benar dan salah, dan moral

yang baik dan jahat.

C. Etika Bisnis

Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah.

Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan,

institusi, dan perilaku bisnis.

Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke

dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi

dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di

dalam organisasi.

D. Penerapan Etika pada Organisasi Perusahaan

Dapatkan pengertian moral seperti tanggung jawab, perbuatan yang salah dan kewajiban

diterapkan terhadap kelompok seperti perusahaan, ataukah pada orang (individu) sebagai

perilaku moral yang nyata?

Ada dua pandangan yang muncul atas masalah ini :

Ekstrem pertama, adalah pandangan yang berpendapat bahwa, karena aturan yang

mengikat, organisasi memperbolehkan kita untuk mengatakan bahwa perusahaan

bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang disengaja atas apa yang mereka

lakukan, kita dapat mengatakan mereka bertanggung jawab secara moral untuk tindakan

mereka dan bahwa tindakan mereka adalah bermoral atau tidak bermoral dalam

pengertian yang sama yang dilakukan manusia.

Ekstrem kedua, adalah pandangan filsuf yang berpendirian bahwa tidak masuk akal

berpikir bahwa organisasi bisnis secara moral bertanggung jawab karena ia gagal

mengikuti standar moral atau mengatakan bahwa organisasi memiliki kewajiban moral.

Organisasi bisnis sama seperti mesin yang anggotanya harus secara membabi buta

mentaati peraturan formal yang tidak ada kaitannya dengan moralitas. Akibatnya, lebih

tidak masuk akal untuk menganggap organisasi bertanggung jawab secara moral karena

ia gagal mengikuti standar moral daripada mengkritik organisasi seperti mesin yang gagal

bertindak secara moral.

Karena itu, tindakan perusahaan berasal dari pilihan dan tindakan individu manusia,

indivdu-individulah yang harus dipandang sebagai penjaga utama kewajiban moral dan

tanggung jawab moral : individu manusia bertanggung jawab atas apa yang dilakukan

perusahaan karena tindakan perusahaan secara keseluruhan mengalir dari pilihan dan

perilaku mereka. Jika perusahaan bertindak keliru, kekeliruan itu disebabkan oleh pilihan

tindakan yang dilakukan oleh individu dalam perusahaan itu, jika perusahaan bertindak

secara moral, hal itu disebabkan oleh pilihan individu dalam perusahaan bertindak secara

bermoral.

E. Globalisasi, Perusahaan Multinasional dan Etika Bisnis

Globalisasi adalah proses yang meliputi seluruh dunia dan menyebabkan system ekonomi

serta sosial negara-negara menjadi terhubung bersama, termasuk didalamnya barangbarang,

jasa, modal, pengetahuan, dan peninggalan budaya yang diperdagangkan dan

saling berpindah dari satu negara ke negara lain. Proses ini mempunyai beberapa

komponen, termasuk didalamnya penurunan rintangan perdagangan dan munculnya pasar

terbuka dunia, kreasi komunikasi global dan system transportasi seperti internet dan

pelayaran global, perkembangan organisasi perdagangan dunia (WTO), bank dunia, IMF,

dan lain sebagainya.

Perusahaan multinasional adalah inti dari proses globalisasi dan bertanggung jawab

dalam transaksi internasional yang terjadi dewasa ini. Perusahaan multinasional adalah

perusahaan yang bergerak di bidang yang menghasilkan pemasaran, jasa atau operasi

administrasi di beberapa negara. Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang

melakukan kegiatan produksi, pemasaran, jasa dan beroperasi di banyak negara yang

berbeda.

Karena perusahaan multinasional ini beroperasi di banyak negara dengan ragam budaya

dan standar yang berbeda, banyak klaim yang menyatakan bahwa beberapa perusahaan

melanggar norma dan standar yang seharusnya tidak mereka lakukan.

F. Etika Bisnis dan Perbedaan Budaya

Relativisme etis adalah teori bahwa, karena masyarakat yang berbeda memiliki

keyakinan etis yang berbeda. Apakah tindakan secara moral benar atau salah, tergantung

kepada pandangan masyarakat itu. Dengan kata lain, relativisme moral adalah pandangan

bahwa tidak ada standar etis yang secara absolute benar dan yang diterapkan atau harus

diterapkan terhadap perusahaan atau orang dari semua masyarakat. Dalam penalaran

moral seseorang, dia harus selalu mengikuti standar moral yang berlaku dalam

masyarakat manapun dimana dia berada.

Pandangan lain dari kritikus relativisme etis yang berpendapat, bahwa ada standar moral

tertentu yang harus diterima oleh anggota masyarakat manapun jika masyarakat itu akan

terus berlangsung dan jika anggotanya ingin berinteraksi secara efektif.

Relativisme etis mengingatkan kita bahwa masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan

moral yang berbeda, dan kita hendaknya tidak secara sederhana mengabaikan keyakinan

moral kebudayaan lain ketika mereka tidak sesuai dengan standar moral kita.

G. Teknologi dan Etika Bisnis

Teknologi yang berkembang di akhir dekade abad ke-20 mentransformasi masyarakat

dan bisnis, dan menciptakan potensi problem etis baru. Yang paling mencolok adalah

revolusi dalam bioteknologi dan teknologi informasi. Teknologi menyebabkan beberapa

perubahan radikal, seperti globalisasi yang berkembang pesat dan hilangnya jarak,

kemampuan menemukan bentuk-bentuk kehidupan baru yang keuntungan dan resikonya

tidak terprediksi. Dengan perubahan cepat ini, organisasi bisnis berhadapan dengan

setumpuk persoalan etis baru yang menarik.

1.2 PERKEMBANGAN MORAL DAN PENALARAN MORAL

A. Perkembangan Moral

Riset psikologi menunjukkan bahwa, perkembangan moral seseorang dapat berubah

ketika dewasa. Saat anak-anak, kita secara jujur mengatakan apa yang benar dan apa

yang salah, dan patuh untuk menghindari hukuman. Ketika tumbuh menjadi remaja,

standar moral konvensional secara bertahap diinternalisasikan. Standar moral pada tahap

ini didasarkan pada pemenuhan harapan keluarga, teman dan masyarakat sekitar. Hanya

sebagian manusia dewasa yang rasional dan berpengalaman memiliki kemampuan

merefleksikan secara kritis standar moral konvensional yang diwariskan keluarga, teman,

budaya atau agama kita. Yaitu standar moral yang tidak memihak dan yang lebih

memperhatikan kepentingan orang lain, dan secara memadai menyeimbangkan perhatian

terhadap orang lain dengan perhatian terhadap diri sendiri.

Menurut ahli psikologi, Lawrence Kohlberg, dengan risetnya selama 20 tahun,

menyimpulkan, bahwa ada 6 tingkatan (terdiri dari 3 level, masing-masing 2 tahap) yang

teridentifikasi dalam perkembangan moral seseorang untuk berhadapan dengan isu-isu

moral. Tahapannya adalah sebagai berikut :

1) Level satu : Tahap Prakonvensional

Pada tahap pertama, seorang anak dapat merespon peraturan dan ekspektasi sosial dan

dapat menerapkan label-label baik, buruk, benar dan salah.

Tahap satu : Orientasi Hukuman dan Ketaatan

Pada tahap ini, konsekuensi fisik sebuah tindakan sepenuhnya ditentukan oleh kebaikan

atau keburukan tindakan itu. Alasan anak untuk melakukan yang baik adalah untuk

menghindari hukuman atau menghormati kekuatan otoritas fisik yang lebih besar.

Tahap dua : Orientasi Instrumen dan Relativitas

Pada tahap ini, tindakan yang benar adalah yang dapat berfungsi sebagai instrument

untuk memuaskan kebutuhan anak itu sendiri atau kebutuhan mereka yang dipedulikan

anak itu.

2) Level dua : Tahap Konvensional

Pada level ini, orang tidak hanya berdamai dengan harapan, tetapi menunjukkan loyalitas

terhadap kelompok beserta norma-normanya. Remaja pada masa ini, dapat melihat situasi

dari sudut pandang orang lain, dari perspektif kelompok sosialnya.

Tahap Tiga : Orientasi pada Kesesuaian Interpersonal

Pada tahap ini, melakukan apa yang baik dimotivasi oleh kebutuhan untuk dilihat sebagai

pelaku yang baik dalam pandangannya sendiri dan pandangan orang lain.

Tahap Empat : Orientasi pada Hukum dan Keteraturan

Benar dan salah pada tahap konvensional yang lebih dewasa, kini ditentukan oleh

loyalitas terhadap negara atau masyarakat sekitarnya yang lebih besar. Hukum dipatuhi

kecuali tidak sesuai dengan kewajiban sosial lain yang sudah jelas.

3) Level tiga : Tahap Postkonvensional, Otonom, atau Berprinsip

Pada tahap ini, seseorang tidak lagi secara sederhana menerima nilai dan norma

kelompoknya. Dia justru berusaha melihat situasi dari sudut pandang yang secara adil

mempertimbangkan kepentingan orang lain. Dia mempertanyakan hukum dan nilai yang

diadopsi oleh masyarakat dan mendefinisikan kembali dalam pengertian prinsip moral

yang dipilih sendiri yang dapat dijustifikasi secara rasional. Hukum dan nilai yang pantas

adalah yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang memotivasi orang yang rasional untuk

menjalankannya.

Tahap Lima : Orientasi pada Kontrak Sosial

Tahap ini, seseorang menjadi sadar bahwa mempunyai beragam pandangan dan pendapat

personal yang bertentangan dan menekankan cara yang adil untuk mencapai consensus

dengan kesepahaman, kontrak, dan proses yang matang. Dia percaya bahwa nilai dan

norma bersifat relative, dan terlepas dari consensus demokratis semuanya diberi toleransi.

Tahap Enam : Orientasi pada Prinsip Etika yang Universal

Tahap akhir ini, tindakan yang benar didefinisikan dalam pengertian prinsip moral yang

dipilih karena komprehensivitas, universalitas, dan konsistensi. Alasan seseorang untuk

melakukan apa yang benar berdasarkan pada komitmen terhadap prinsip-prinsip moral

tersebut dan dia melihatnya sebagai criteria untuk mengevaluasi semua aturan dan

tatanan moral yang lain.

Teori Kohlberg membantu kita memahami bagaimana kapasitas moral kita berkembang

dan memperlihatkan bagaimana kita menjadi lebih berpengalaman dan kritis dalam

menggunakan dan memahami standar moral yang kita punyai. Namun tidak semua orang

mengalami perkembangan, dan banyak yang berhenti pada tahap awal sepanjang

hidupnya. Bagi mereka yang tetap tinggal pada tahap prakonvensional, benar atau salah

terus menerus didefinisikan dalam pengertian egosentris untuk menghindari hukuman

dan melakukan apa yang dikatakan oleh figur otoritas yang berkuasa. Bagi mereka yang

mencapai tahap konvensional, tetapi tidak pernah maju lagi, benar atau salah selalu

didefinisikan dalam pengertian norma-norma kelompok sosial mereka atau hukum negara

atau masyarakat mereka. Namun demikian, bagi yang mencapai level postkonvensional

dan mengambil pandangan yang reflektif dan kritis terhadap standar moral yang mereka

yakini, benar dan salah secara moral didefinisikan dalam pengertian prinsip-prinsip moral

yang mereka pilih bagi mereka sendiri sebagai yang lebih rasional dan memadai.

B. Penalaran Moral

Penalaran moral mengacu pada proses penalaran dimana prilaku, institusi, atau kebijakan

dinilai sesuai atau melanggar standar moral. Penalaran moral selalu melibatkan dua

komponen mendasar :

1. Pemahaman tentang yang dituntut, dilarang, dinilai atau disalahkan oleh standar

moral yang masuk akal.

2. Bukti atau informasi yang menunjukkan bahwa orang, kebijakan, institusi, atau

prilaku tertentu mempunyai ciri-ciri standar moral yang menuntut, melarang,

menilai, atau menyalahkan.

3. Menganalisis Penalaran Moral

Ada beberapa criteria yang digunakan para ahli etika untuk mengevaluasi kelayakan

penalaran moral, yaitu :

Penalaran moral harus logis.

Bukti factual yang dikutip untuk mendukung penilaian harus akurat, relevan dan

lengkap.

Standar moral yang melibatkan penalaran moral seseorang harus konsisten.

1.3 ARGUMEN YANG MENDUKUNG DAN YANG MENETANG ETIKA BISNIS

Banyak yang keberatan dengan penerapan standar moral dalam aktivitas bisnis. Bagian

ini membahas keberatan-keberatan tersebut dan melihat apa yang dapat dikatakan

berkenaan dengan kesetujuan untuk menerapkan etika ke dalam bisnis.

Tiga keberatan atas penerapan etika ke dalam bisnis :

Orang yang terlibat dalam bisnis, kata mereka hendaknya berfokus pada pencarian

keuntungan finansial bisnis mereka dan tidak membuang-buang energi mereka atau

sumber daya perusahaan untuk melakukan ”pekerjaan baik”. Tiga argumen diajukan

untuk mendukung perusahaan ini :

Pertama, beberapa berpendapat bahwa di pasar bebas kompetitif sempurna, pencarian

keuntungan dengan sendirinya menekankan bahwa anggota masyarakat berfungsi dengan

cara-cara yang paling menguntungkan secara sosial. Agar beruntung, masing-masing

perusahaan harus memproduksi hanya apa yang diinginkan oleh anggota masyarakat dan

harus melakukannya dengan cara yang paling efisien yang tersedia. Anggota masyarakat

akan sangat beruntung jika manajer tidak memaksakan nilai-nilai pada bisnis, namun

mengabdikan dirinya pada pencarian keuntungan yang berfokus.

Argumen tersebut menyembunyikan sejumlah asumsi yaitu : Pertama, sebagian besar

industri tidak ”kompetitif secara sempurna”, dan sejauh sejauh perusahaan tidak harus

berkompetisi, mereka dapat memaksimumkan keuntungan sekalipun produksi tidak

efisien. Kedua, argumen itu mengasumsikan bahwa langkah manapun yang diambil untuk

meningkatkan keuntungan, perlu menguntungkan secara sosial, sekalipun dalam

kenyataannya ada beberapa cara untuk meningkatkan keuntungan yang sebenarnya

merugikan perusahaan : membiarkan polusi, iklan meniru, menyembunyikan cacat

produksi, penyuapan. Menghindari pajak, dsb. Ketiga, argumen itu mengasumsikan

bahwa dengan memproduksi apapun yang diinginkan publik pembeli, perusahaan

memproduksi apa yang diinginkan oleh seluruh anggota masyarakat, ketika kenyataan

keinginan sebagian besar anggota masyarakat (yang miskin dan dan tidak diuntungkan)

tidak perlu dipenuhi karena mereka tidak dapat berpartisipasi dalam pasar. Keempat,

argumen itu secara esensial membuat penilaian normatif.

Kedua, Kadang diajukan untuk menunjukan bahwa manajer bisnis hendaknya berfokus

mengejar keuntungan perusahaan mereka dan mengabaikan pertimbangan etis, yang oleh

Ale C. Michales disebut ”argumen dari agen yang loyal”. Argumen tersebut secara

sederhana adalah sbb :

Sebagai agen yang loyal dari majikannya manajer mempunyai kewajiban untuk melayani

majikannya ketika majikan ingin dilayani (jika majikan memiliki keakhlian agen).

Majikan ingin dilayani dengan cara apapun yang akan memajukan kepentingannya

sendiri. Dengan demikian sebagai agen yang loyal dari majikannya, manajer mempunyai

kewajiban untuk melayani majikannya dengan cara apapun yang akan memajukan

kepentingannya.

Argumen agen yang loyal adalah keliru, karena ”dalam menentukan apakah perintah

klien kepada agen masuk akal atau tidak... etika bisnis atau profesional harus

mempertimbangkan” dan ”dalam peristiwa apapun dinyatakan bahwa agen mempunyai

kewajiban untuk tidak melaksanakan tindakan yang ilegal atau tidak etis”. Dengan

demikian, kewajiban manajer untuk mengabdi kepada majikannya, dibatasi oleh batasanbatasan

moralitas.

Ketiga, untuk menjadi etis cukuplah bagi orang-orang bisnis sekedar mentaati hukum :

Etika bisnis pada dasarnya adalah mentaati hukum.

Terkadang kita salah memandang hukum dan etika terlihat identik. Benar bahwa hukum

tertentu menuntut perilaku yang sama yang juga dituntut standar moral kita. Namun

demikian, hukum dan moral tidak selalu serupa. Beberapa hukum tidak punya kaitan

dengan moralitas, bahkan hukum melanggar standar moral sehingga bertentangan dengan

moralitas, seperti hukum perbudakan yang memperbolehkan kita memperlakukan budak

sebagai properti. Jelas bahwa etika tidak begitu saja mengikuti hukum.

Namun tidak berarti etika tidak mempunyai kaitan dengan hukum. Standar Moral kita

kadang dimasukan ke dalam hukum ketika kebanyakan dari kita merasa bahwa standar

moral harus ditegakkan dengan kekuatan sistem hukum sebaliknya, hukum dikritik dan

dihapuskan ketika jelas-jelas melanggar standar moral.

Kasus etika dalam bisnis

Etika seharusnya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukan bahwa etika mengatur

semua aktivitas manusia yang disengaja, dan karena bisnis merupakan aktitivitas manusia

yang disengaja, etika hendaknya juga berperan dalam bisnis. Argumen lain berpandangan

bahwa, aktivitas bisnis, seperti juga aktivitas manusia lainnya, tidak dapat eksis kecuali

orang yang terlibat dalam bisnis dan komunitas sekitarnya taat terhadap standar minimal

etika. Bisnis merupakan aktivitas kooperatif yang eksistensinya mensyaratkan perilaku

etis.

Dalam masyarakat tanpa etika, seperti ditulis oleh filsuf Hobbes, ketidakpercayaan dan

kepentingan diri yang tidak terbatas akan menciptakan ”perang antar manusia terhadap

manusia lain”, dan dalam situasi seperti itu hidup akan menjadi ”kotor, brutal, dan

dangkal”. Karenanya dalam masyarakat seperti itu, tidak mungkin dapat melakukan

aktivitas bisnis, dan bisnis akan hancur. Katena bisnis tidak dapat bertahan hidup tanpa

etika, maka kepentingan bisnis yang paling utama adalah mempromosikan perilaku etika

kepada anggotanya dan juga masyarakat luas.

Etika hendaknya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukan bahwa etika konsisten

dengan tujuan bisnis, khususnya dalam mencari keuntungan. Contoh Merck dikenal

karena budaya etisnya yang sudah lama berlangsung, namun ia tetap merupakan

perusahaan yang secara spektakuler mendapatkan paling banyak keuntungan sepanjang

masa.

Apakah ada bukti bahwa etika dalam bisnis secara sistematis berkorelasi dengan

profitabilitas? Apakah Perusahaan yang etis lebih menguntungkan dapripada perusahaan

lainnya ?

Beberapa studi menunjukan hubungan yang positif antara perilaku yang bertanggung

jawab secara sosial dengan profitabilitas, beberapa tidak menemukan korelasi bahwa

etika bisnis merupakan beban terhadap keuntungan. Studi lain melihat, perusahaan yang

bertanggung jawab secara sosial bertransaksi di pasar saham, memperoleh pengembalian

yang lebih tinggi daripada perusahaan lainnya. Semua studi menunjukan bahwa secara

keseluruhan etika tidak memperkecil keuntungan, dan tampak justru berkontribusi pada

keuntungan.

Dalam jangka panjang, untuk sebagian besar, lebih baik menjadi etis dalam bisnis dari

pada tidak etis. Meskipun tidak etis dalam bisnis kadang berhasil, namun perilaku tidak

etis ini dalam jangka panjang, cenderung menjadi kekalahan karena meruntuhkan

hubungan koperatif yang berjangka lama dengan pelanggan, karyawan dan anggota

masyarakat dimana kesuksesan disnis sangat bergantung.

Akhirnya kita harus mengetahui ada banyak bukti bahwa sebagian besar orang akan

menilai perilaku etis dengan menghukum siapa saja yang mereka persepsi berperilaku

tidak etis, dan menghargai siapa saja yang mereka persepsi berperilaku etis. Pelanggan

akan melawan perusahaan jika mereka mempersepsi ketidakadilan yang dilakukan

perusahaan dalam bisnis lainnya, dan mengurangi minat mereka untuk membeli

produknya. Karyawan yang merasakan ketidakadilan, akan menunjukan absentisme lebih

tinggi, produktivitas lebih rendah, dan tuntutan upah lebih tinggi. Sebaliknya, ketika

karyawan percaya bahwa organisasi adil, akan senang mengikuti manajer. Melakukan

apapun yang dikatakan manajer, dan memandang keputusan manajer sah. Ringkasnya,

etika merupakan komponen kunci manajemen yang efektif.

Dengan demikian, ada sejumlah argumen yang kuat, yang mendukung pandangan bahwa

etika hendaknya diterapkan dalam bisnis.

1.4 TANGGUNG JAWAB DAN KEWAJIBAN MORAL

Kapankah secara moral seseorang bertanggung jawab atau disalahkan, karena melakukan

kesalahan? Seseorang secara moral bertanggung jawab atas tindakannya dan efek-efek

merugikan yang telah diketahui ;

a. Yang dilakukan atau dilaksanakan seseorang dengan sengaja dan secara bebas

b. Yang gagal dilakukan atau dicegah dan yang secara moral keliru karena orang itu

dengan sengaja atau secara bebas gagal melaksanakan atau mencegahnya.

Ada kesepakatan umum, bahwa ada dua kondisi yang sepenuhnya menghilangkan

tanggung jawab moral seseorang karena menyebabkan kerugian ;

1. Ketidaktahuan

2. Ketidakmampuan

Keduanya disebut kondisi yang memaafkan karena sepenuhnya memaafkan orang dari

tanggung jawab terhadap sesuatu. Jika seseorang tidak mengetahui, atau tidak dapat

menghindari apa yang dia lakukan, kemudian orang itu tidak berbuat secara sadar, ia

bebas dan tidak dapat dipersalahkan atas tindakannya. Namun, ketidaktahuan dan

ketidakmampuan tidak selalu memaafkan seseorang, salah satu pengecualiannya adalah

ketika seseorang mungkin secara sengaja, membiarkan dirinya tidak mau mengetahui

persoalan tertentu.

Ketidakmampuan bisa jadi merupakan akibat lingkungan internal dan eksternal yang

menyebabkan seseorang tidak dapat melakukan sesuatu atau tidak dapat menahan

melakukan sesuatu. Seseorang mungkin kekurangan kekuasaan, keahlian, kesempatan

atau sumber daya yang mencukupi untuk bertindak. Seseorang mungkin secara fisik

terhalang atau tidak dapat bertindak, atau pikiran orang secara psikologis cacat sehingga

mencegahnya mengendalikan tindakannya. Ketidakmampuan mengurangi tanggung

jawab karena seseorang tidak mempunyai tanggung jawab untuk melakukan (atau

melarang melakukan) sesuatu yang tidak dapat dia kendalikan. Sejauh lingkungan

menyebabkan seseorang tidak dapat mengendalikan tindakannya atau mencegah kerugian

tertentu, adalah keliru menyalahkan orang itu.

Sebagai tambahan atas dua kondisi yang memaklumkan itu (ketidaktahuan dan

ketidakmampuan), yang sepenuhnya menghilangkan tanggung jawab moral seseorang

karena kesalahan, ada juga beberapa faktor yang memperingan, yang meringankan

tanggung jawab moral seseorang yang tergantung pada kejelasan kesalahan. Faktor yang

memperingan mencakup :

Lingkungan yang mengakibatkan orang tidak pasti, namun tidak juga tidak yakin

tentang apa yang sedang dia lakukan ( hal tersebut mempengaruhi pengetahuan

seseorang)

Lingkungan yang menyulitkan, namun bukan tidak mungkin untuk menghindari

melakukannya (hal ini mempengaruhi kebebasan seseorang)

Lingkungan yang mengurangi namun tidak sepenuhnya menghilangkan

keterlibatan seseorang dalam sebuah tindakan (ini mempengaruhi tingkatan

sampai dimana seseorang benar-benar menyebabkan kerugian)

Hal tersebut dapat memperingan tanggung jawab seseorang karena kelakuan yang keliru

yang tergantung pada faktor keempat, yaitu keseriusan kesalahan.

Kesimpulan mendasar tentang tanggung jawab moral atas kesalahan atau kerugian yang

memperingan tanggung jawab moral seseorang yaitu :

1. Secara moral individu, bertanggung jawab atas tindakan yang salah yang dia

lakukan (atau yang secara keliru dia lalaikan) dan atas efek-efek kerugian yang

disebabkan (atau yang gagal dia cegah) ketika itu dilakukan dengan bebas dan

sadar.

2. Tanggung jawab moral sepenuhnya dihilangkan (atau dimaafkan) oleh

ketidaktahuan dan ketidakmampuan

3. Tanggung jawab moral atas kesalahan atau kerugian diringankan oleh :

Ketidak pastian

Kesulitan

Bobot keterlibatan yang kecil (meskipun kegagalan tidak memperingan jika seseorang

mempunyai tugas khusus untuk mencegah kesalahan), namun cakupan sejauh mana halhal

tersebut memperingan tanggung jawab moral seseorang kepada (dengan) keseriusan

kesalahan atau kerugian. Semakin besar keseriusannya, semakin kecil ketiga faktor

pertama tadi dapat meringankan.

Para kritikus berdebat, apakah semua faktor yang meringankan itu benar-benar

mempengaruhi tanggung jawab seseorang? Beberapa berpendapat bahwa, kejahatan tidak

pernah diterima, tidak peduli tekanan apakah yang terjadi pada seseorang. Kritikus lain

berpendapat, membiarkan secara pasif suatu kesalahan terjadi, tidak berbeda dengan

secara aktif menyebabkan suatu kesalahan terjadi.

A. Tanggung Jawab Perusahaan

Dalam perusahaan modern, tanggung jawab atas tindakan perusahaan sering

didistribusikan kepada sejumlah pihak yang bekerja sama. Tindakan perusahaan biasanya

terdiri atas tindakan atau kelalaian orang-orang berbeda yang bekerja sama sehingga

tindakan atau kelalaian mereka bersama-sama menghasilkan tindakan perusahaan. Jadi,

siapakah yang bertanggung jawab atas tindakan yang dihasilkan bersama-sama itu?

Pandangan tradisional berpendapat bahwa mereka yang melakukan secara sadar dan

bebas apa yang diperlukan perusahaan, masing-masing secara moral bertanggung jawab.

Lain halnya pendapat para kritikus pandangan tradisional, yang menyatakan bahwa

ketika sebuah kelompok terorganisasi seperti perusahaan bertindak bersama-sama,

tindakan perusahaan mereka dapat dideskripsikan sebagai tindakan kelompok, dan

konsekuensinya tindakan kelompoklah, bukan tindakan individu, yang mengharuskan

kelompok bertanggung jawab atas tindakan tersebut.

Kaum tradisional membantah bahwa, meskipun kita kadang membebankan tindakan

kepada kelompok perusahaan, fakta legal tersebut tidak mengubah realitas moral dibalik

semua tindakan perusahaan itu. Individu manapun yang bergabung secara sukarela dan

bebas dalam tindakan bersama dengan orang lain, yang bermaksud menghasilkan

tindakan perusahaan, secara moral akan bertanggung jawab atas tindakan itu.

Namun demikian, karyawan perusahaan besar tidak dapat dikatakan “dengan sengaja dan

dengan bebas turut dalam tindakan bersama itu” untuk menghasilkan tindakan

perusahaan atau untuk mengejar tujuan perusahaan. Seseorang yang bekerja dalam

struktur birokrasi organisasi besar tidak harus bertanggung jawab secara moral atas setiap

tindakan perusahaan yang turut dia bantu, seperti seorang sekretaris, juru tulis, atau

tukang bersih-bersih di sebuah perusahaan. Faktor ketidaktahuan dan ketidakmampuan

yang meringankan dalam organisasi perusahaan birokrasi berskala besar, sepenuhnya

akan menghilangkan tanggung jawab moral orang itu.

B. Tanggung Jawab Bawahan

Dalam perusahaan, karyawan sering bertindak berdasarkan perintah atasan mereka.

Perusahaan biasanya memiliki struktur yang lebih tinggi ke beragam agen pada level

yang lebih rendah. Jadi, siapakah yang harus bertanggung jawab secara moral ketika

seorang atasan memerintahkan bawahannya untuk melakukan tindakan yang mereka

ketahui salah.

Orang kadang berpendapat bahwa, ketika seorang bawahan bertindak sesuai dengan

perintah atasannya yang sah, dia dibebaskan dari semua tanggung jawab atas tindakan itu.

Hanya atasan yang secara moral bertanggung jawab atas tindakan yang keliru, bahkan

jika bawahan adalah agen yang melakukannya. Pendapat tersebut keliru, karena

bagaimanapun tanggung jawab moral menuntut seseorang bertindak secara bebas dan

sadar, dan tidak relevan bahwa tindakan seseorang yang salah merupakan pilihan secara

bebas dan sadar mengikuti perintah. Ada batas-batas kewajiban karyawan untuk mentaati

atasannya. Seorang karyawan tidak mempunyai kewajiban untuk mentaati perintah

melakukan apapun yang tidak bermoral.

Dengan demikian, ketika seorang atasan memerintahkan seorang karyawan untuk

melakukan sebuah tindakan yang mereka ketahui salah, karyawan secara moral

bertanggung jawab atas tindakan itu jika dia melakukannya. Atasan juga bertanggung

jawab secara moral, karena fakta atasan menggunakan bawahan untuk melaksanakan

tindakan yang salah tidak mengubah fakta bahwa atasan melakukannya.

HAL – HAL YANG MENARIK

1. Dasar Etika adalah Moral

Apa yang dimaksud dengan etika? Menurut kamus ada banyak arti dari etika diantaranya

adalah :

Prinsip – prinsip yang digunakan untuk mengatur prilaku individu atau kelompok

Pelajaran tentang moral

Definisi Moralitas adalah :

“Aturan-aturan yang dimiliki perorangan atau kelompok tentang apa-apa yang benar dan

apa-apa yang salah, atau apa-apa yang baik dan yang jahat.”

Sedangkan yang dimaksud dengan standar moral adalah :

“Norma-norma yang kita miliki tentang jenis-jenis tindakan yang kita percaya secara

moral benar atau salah.”

2. Moral Lebih ke Arah Individu

Organisasi perusahaan akan eksis bila :

“Ada individu – individu manusia dengan hubungan dan lingkungan tertentu.”

Karena tindakan perusahaan dilakukan oleh pilihan dan tindakan individu-individu di

dalamnya. Maka individu-individu tadi yang harus dilihat sebagai penghalang dan

pelaksana utama dari tugas moral, tanggung jawab moral perusahaan.

Individu-individu manusia tadi bertanggung jawab pada apa yang dilakukan oleh

perusahaan, karena tindakan perusahaan berlangsung karena pilihan-pilihan mereka dan

prilaku individu-individu tadi. Sehingga perusahaan mempunyai tugas moral untuk

melakukan sesuatu bila anggota perusahaan tersebut mempunyai tanggung jawab moral

untuk melakukan sesuatu.

3. Pencapai Tetinggi dari Etika adalah Berorientasi pada Prinsip Etika Universal

Tingkat final, tindakan yang benar dilakukan berdasarkan prinsip moral karena logis,

universality dan konsistensi.

Universality artinya suara hati, di dalam istilah ESQ disebut anggukan universal yang

mengacu kepada God Spot.

4. Kasus WorldCom dan Enron

4.1 Kasus WorldCom

Di dalam laporan keuangan WorldCom’s, Scott Sulivan memindahkan $ 400 juta dari

reserved account ke “income”. Dia juga selama bertahun-tahun melaporkan trilyunan

dolar biaya operasi sebagai “capital expenditure”.

Dia bisa melakukan ini dengan bantuan firm accounting dan auditor terkenal “Arthur

Andersen”. Padahal Scott Sullivan, pernah mendapat penghargaan sebagai Best CFO oleh

CFO Magazine tahun 1998.

4.2 Kasus Enron

Pada terbitan April 2001, majalah Fortune menjuluki Enron sebagai perusahaan paling

innovative di Amerika “Most Innovative” dan menduduki peringkat 7 besar perusahaan

di Amerika. Enam bulan kemudian (Desember 2001) Enron diumumkan bangkrut.

Kejadian ini dijuluki sebagai “Penipuan accounting terbesar di abad ke 20”. Dua belas

ribu karyawan kehilangan pekerjaan. Pemegang saham-saham Enron kehilangan US$ 70

Trilyun dalam sekejap ketika nilai sahamnya turun menjadi nol.

Kejadian ini terjadi dengan memanfaatkan celah di bidang akuntansi. Andrew Fastow,

Chief Financial officer bekerjasama dengan akuntan public Arthur Andersen,

memanfaatkan celah di bidang akuntansi, yaitu dengan menggunakan “special purpose

entity”, karena aturan accounting memperbolehkan perusahaan untuk tidak melaporkan

keuangan special purpose entity bila ada pemilik saham independent dengan nilai

minimum 3%.

Dengan special purpose entity tadi, kemudian meminjam uang ke bank dengan

menggunakan jaminan saham Enron. Uang hasil pinjaman tadi digunakan untuk

menghidupi bisnis Enron.

4.3 Bahasan Kasus

Dari kasus WorldCom’s dan Enron diatas, dapat diamati bahwa walaupun sudah ada

aturan yang jelas mengatur system accounting, tetapi kalau manusia yang mengatur tadi

tidak bermoral dan tidak beretika maka mereka akan memanfaatkan celah yang ada untuk

kepentingan mereka.

4.4 Pandangan Velasquez tentang Etika Bisnis di Arab Saudi

Menurut Velasquez, Arab Saudi adalah tempat kelahiran Islam, yang menggunakan

landasan Islam Suni sebagai hukum, kebijakan dan system sosialnya. Tetapi di Arab

Saudi tidak dikenal “basic right” (keadilan dasar, seperti tidak ada demokrasi, tidak ada

kebebasan berbicara, tidak ada kebebasan pers, tidak mengenal peradilan dengan system

juri, tidak mengenal kebebasan beragama dan diskriminasi terhadap wanita. Sehingga

menurut Velasquez, di Arab Saudi tidak mengenal hak azazi manusia.

BAHASAN

Velasquez menyatakan, Arab Saudi adalah contoh Etika Islam, dengan alasan sederhana

karena Islam lahir disana. Tetapi dia lupa bahwa Agama Kristen dan Yahudi juga tidak

lahir di Eropa atau di Amerika. Dia mengeneralisir bahwa Arab Saudi adalah Islam.

Padahal Arab Saudi bukan merupakan penggambaran negara Islam yang dicontohkan

Nabi Muhammad SAW. Dalam jaman Rasul dan empat sahabat penerusnya dikenal

istilah demokrasi dan kebebasan beragama.

HAL – HAL MENARIK MENJADI BAHAN DISKUSI

1. Bagaimana pendekatan etika yang harus out-in atau in-out

Out- in adalah proses pengawasan dari luar ke dalam, harus ada aturan main atau

bisnis proses yang jelas dan transparan sehingga etika bisnis bisa berjalan,

misalnya ada good corporate governance, balance scorecard, atau Malcolm

baldrige

In- out adalah pendekatan dari sisi individu pelaku bisnis, pelaku dari etika adalah

invidu dan setiap individu harus menjalankan etika bisnis.

Dalam kasus Enron dan WorldCom’s, walaupun sudah ada system yang sangat

baik dan well defined is organized, masih saja “oknum” manusia mencari celah

diantara aturan main tersebut.

Bagaimanakah sebaiknya implementasi etika bisnis yang baik, dengan pendekatan

in-out, out-in, atau ambivalent dengan menerapkan keduanya.

2. Apakah etika itu pesan universal horizontal – kewajiban vertical

Dasar dari etika adalah kajian terhadap moralitas, dan moralitas tadi mengaju

kepada individu.

Sedangkan pencapai tertinggi dari moral adalah Orientasi Prinsip Etis Universal

Velasquez menyatakan etika itu lebih abstrak daripada “Ten Commandements”

Apakah etika itu pesan universal horizontal (manusia ke manusia) minus nilai

kewajiban vertical (Agama) ?

CONTOH PELANGGARAN ETIKA BISNIS

• Pelanggaran etika bisnis terhadap hukum

Sebuah perusahaan X karena kondisi perusahaan yang pailit akhirnya memutuskan untuk

Melakukan PHK kepada karyawannya. Namun dalam melakukan PHK itu, perusahaan

sama sekali tidak memberikan pesongan sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13/2003

tentang Ketenagakerjaan. Dalam kasus ini perusahaan x dapat dikatakan melanggar

prinsip kepatuhan terhadap hukum.

• Pelanggaran etika bisnis terhadap transparansi

Sebuah Yayasan X menyelenggarakan pendidikan setingkat SMA. Pada tahun ajaran

baru sekolah mengenakan biaya sebesar Rp 500.000,- kepada setiap siswa baru. Pungutan

sekolah ini sama sekali tidak diinformasikan kepada mereka saat akan mendaftar,

sehingga setelah diterima mau tidak mau mereka harus membayar. Disamping itu tidak

ada informasi maupun penjelasan resmi tentang penggunaan uang itu kepada wali murid.

Setelah didesak oleh banyak pihak, Yayasan baru memberikan informasi bahwa uang itu

dipergunakan untuk pembelian seragama guru. Dalam kasus ini, pihak Yayasan dan

sekolah dapat dikategorikan melanggar prinsip transparansi

• Pelanggaran etika bisnis terhadap akuntabilitas

Sebuah RS Swasta melalui pihak Pengurus mengumumkan kepada seluruh karyawan

yang akan mendaftar PNS secara otomotais dinyatakan mengundurkan diri. A sebagai

salah seorang karyawan di RS Swasta itu mengabaikan pengumuman dari pihak pengurus

karena menurut pendapatnya ia diangkat oleh Pengelola dalam hal ini direktur, sehingga

segala hak dan kewajiban dia berhubungan dengan Pengelola bukan Pengurus. Pihak

Pengelola sendiri tidak memberikan surat edaran resmi mengenai kebijakan tersebut.

Karena sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan diri. Dari kasus ini RS

Swasta itu dapat dikatakan melanggar prinsip akuntabilitas karena tidak ada kejelasan

fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah

Sakit

• Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip pertanggungjawaban

Sebuah perusahaan PJTKI di Jogja melakukan rekrutmen untuk tenaga baby sitter. Dalam

pengumuman dan perjanjian dinyatakan bahwa perusahaan berjanji akan mengirimkan

calon TKI setelah 2 bulan mengikuti training dijanjikan akan dikirim ke negara-negara

tujuan. Bahkan perusahaan tersebut menjanjikan bahwa segala biaya yang dikeluarkan

pelamar akan dikembalikan jika mereka tidak jadi berangkat ke negara tujuan. B yang

terarik dengan tawaran tersebut langsung mendaftar dan mengeluarkan biaya sebanyak

Rp 7 juta untuk ongkos administrasi dan pengurusan visa dan paspor. Namun setelah 2

bulan training, B tak kunjung diberangkatkan, bahkan hingga satu tahun tidak ada

kejelasan. Ketika dikonfirmasi, perusahaan PJTKI itu selalu berkilah ada penundaan,

begitu seterusnya. Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa Perusahaan PJTKI tersebut

telah melanggar prinsip pertanggungjawaban dengan mengabaikan hak-hak B sebagai

calon TKI yang seharusnya diberangnka ke negara tujuan untuk bekerja.

• Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kewajaran

Sebuah perusahaan property ternama di Yogjakarta tidak memberikan surat ijin

membangun rumah dari developer kepada dua orang konsumennya di kawasan kavling

perumahan milik perusahaan tersebut. Konsumen pertama sudah memenuhi

kewajibannya membayar harga tanah sesuai kesepakatan dan biaya administrasi lainnya.

Sementara konsumen kedua masih mempunyai kewajiban membayar kelebihan tanah,

karena setiap kali akan membayar pihak developer selalu menolak dengan alasan belum

ada ijin dari pusat perusahaan (pusatnya di Jakarta). Yang aneh adalah di kawasan

kavling itu hanya dua orang ini yang belum mengantongi izin pembangunan rumah,

sementara 30 konsumen lainnya sudah diberi izin dan rumah mereka sudah dibangun

semuannya. Alasan yang dikemukakan perusahaan itu adalah ingin memberikan pelajaran

kepada dua konsumen tadi karena dua orang ini telah memprovokasi konsumen lainnya

untuk melakukan penuntutan segera pemberian izin pembangunan rumah. Dari kasus ini

perusahaan property tersebut telah melanggar prinsip kewajaran (fairness) karena tidak

memenuhi hak-hak stakeholder (konsumen) dengan alasan yang tidak masuk akal.

• Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran

Sebuah perusahaan pengembang di Sleman membuat kesepakatan dengan sebuah

perusahaan kontraktor untuk membangun sebuah perumahan. Sesuai dengan kesepakatan

pihak pengembang memberikan spesifikasi bangunan kepada kontraktor. Namun dalam

pelaksanaannya, perusahaan kontraktor melakukan penurunan kualitas spesifikasi

bangunan tanpa sepengetahuan perusahaan pengembang. Selang beberapa bulan kondisi

bangunan sudah mengalami kerusakan serius. Dalam kasus ini pihak perusahaan

kontraktor dapat dikatakan telah melanggar prinsip kejujuran karena tidak memenuhi

spesifikasi bangunan yang telah disepakati bersama dengan perusahaan pengembang

• Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip empati

Seorang nasabah, sebut saja X, dari perusahaan pembiayaan terlambat membayar

angsuran mobil sesuai tanggal jatuh tempo karena anaknya sakit parah. X sudah

memberitahukan kepada pihak perusahaan tentang keterlambatannya membayar

angsuran, namun tidak mendapatkan respon dari perusahaan. Beberapa minggu setelah

jatuh tempo pihak perusahaan langsung mendatangi X untuk menagih angsuran dan

mengancam akan mengambil mobil yang masih diangsur itu. Pihak perusahaan menagih

dengan cara yang tidak sopan dan melakukan tekanan psikologis kepada nasabah. Dalam

kasus ini kita dapat mengakategorikan pihak perusahaan telah melakukan pelanggaran

prinsip empati pada nasabah karena sebenarnya pihak perusahaan dapat memberikan

peringatan kepada nasabah itu dengan cara yang bijak dan tepat.

Sumber : http://entrepreneur.gunadarma.ac.id/e-learning/materi/1-artikel/40-etika-bisnis.html